Selasa, November 18, 2025

Kisah Pilu Ibu Muda di Surabaya, Jadi Korban KDRT Suami Sejak 2023

Kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali terjadi di Surabaya. Seorang wanita berinisial IGF (32) melaporkan suaminya, AAS (40), ke Polrestabes Surabaya pada Senin (18/8/2025). Laporan tersebut didampingi oleh kuasa hukumnya, Andrian Dimas Prakoso.

Menurut Andrian, IGF telah mengalami kekerasan sejak 2023 hingga 2025, dan bukan hanya sekali, melainkan berulang kali. Bukti rekaman CCTV disebut menjadi penguat laporan.

“Ibu IGF (32) mengalami KDRT yang diduga kuat dilakukan oleh suaminya, AAS (40), dan ini semua clear. Ada bukti CCTV semua, dari mulai penamparan, penjambakan, pencekekan, pencakaran, semuanya ada, pendorongan, dan perlakuan itu dilakukan sejak tahun 2023, 2024, ada, 2025 pun ada,” ujar Andrian.

Salah satu momen paling memilukan terjadi pada 2024, ketika korban sedang hamil 7 bulan. Meski dalam kondisi tersebut, ia tetap mengalami kekerasan berat.

“Dan itu yang mirisnya lagi, nah ini poin penting juga ya. Ada salah satu penganiayaan yang terjadi di 2024, itu dilakukan dengan cara menampar, mencekek, membanting pada saat korban atau klien kami ini hamil besar 7 bulan. Dan disaksikan oleh anak pertamanya,” katanya.

IGF dan AAS menikah sejak 2019. Menurut Andrian, pertengkaran rumah tangga mereka sering kali dipicu hal-hal sepele, tetapi perlakuan kasar AAS terus berulang.

“Sebenarnya cekcoknya itu sangat ringan ya. Kalau dari informasi yang saya dapat memang cekcok yang hanya biasa saja, tidak ada yang gimana-gimana. Tapi memang seperti tabiat mungkin ya, berulang-ulang, dan memang luar biasa. Kalau misalkan saya pun nggak tega lihat videonya korban,” ujarnya.

Sejumlah kejadian KDRT berhasil terekam jelas sejak 2023 hingga 2025. “2019 mereka menikah, berarti kurang lebih 6 tahun. Yang jelas terekam itu di 2023, 2024, 2025. Di luar dari itu ada, cuman kami juga nggak bisa mengutarakan tanpa bukti ya,” jelas Andrian.

Kasus ini pun telah dilaporkan secara resmi ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya. Saat rekaman CCTV diputar, korban disebut langsung menangis karena trauma yang mendalam.

“Korban langsung menangis. Jadi memang kami tadi sudah koordinasi dengan teman-teman di Unit PPA untuk dilakukan tidak hanya visum fisik, psikis juga. Masih ada luka batin dan trauma yang ada. Jadi fisik juga ada luka-luka, dan juga tentunya psikis juga,” terang Andrian.

Atas dasar itu, pihak korban menjerat AAS dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, khususnya Pasal 44 dan 45 yang mengatur sanksi bagi pelaku kekerasan fisik maupun psikis.

Selain proses hukum, tim kuasa hukum juga menyiapkan langkah perlindungan tambahan. “Kami akan berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk Kementerian Perlindungan Anak, PPA, dan Komnas Perempuan untuk memastikan korban serta anaknya mendapat perlindungan,” jelas Andrian.

Kini, IGF memilih tinggal bersama orang tuanya di Mojokerto, sementara laporan resminya telah diterima Unit PPA Polrestabes Surabaya untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum.

Recent PostView All

Follow Us

Recent Post

Adblock Detected

Please support us by disabling your AdBlocker extension from your browsers for our website.