Gelombang demonstrasi besar-besaran di Nepal pecah menjadi kerusuhan berdarah. Aksi yang awalnya dipicu oleh pemblokiran media sosial berujung pada pembakaran rumah pejabat, penyerangan menteri hingga jatuhnya korban jiwa, termasuk istri mantan Perdana Menteri Nepal.
Insiden memilukan menimpa Rajyalaxmi Chitrakar, istri mantan Perdana Menteri Jhalanath Khanal. Ia tewas pada Selasa (9/9/2025) waktu setempat setelah terjebak di dalam rumahnya yang dibakar demonstran di kawasan Dallu, Kathmandu.
Khanal sendiri menjabat sebagai PM Nepal selama enam bulan pada tahun 2011 lalu. Chitrakar sempat dilarikan ke Rumah Sakit Khusus Luka Bakar Kirtipur, namun nyawanya tidak tertolong. Hingga kini, keberadaan atau kondisi Khanal belum diketahui.
Kerusuhan berawal dari kebijakan pemerintah Nepal yang memblokir akses ke media sosial populer seperti Facebook, YouTube, dan X, karena perusahaan tersebut dianggap gagal mendaftar dan tunduk pada pengawasan pemerintah.
Kebijakan itu memicu amarah publik, terutama karena banyak keluarga Nepal bergantung pada media sosial untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga yang bekerja di luar negeri. Meski pemblokiran dicabut pada Senin (8/9) malam, protes justru semakin meluas.
Generasi Z menjadi motor utama aksi. Mereka menuding elite politik hidup bermewah-mewahan sementara sebagian besar anak muda kesulitan mendapatkan pekerjaan. Tingkat pengangguran yang tinggi mendorong lebih dari 1.000 pemuda meninggalkan Nepal setiap hari untuk bekerja di luar negeri.
Kerusuhan kian memanas. Massa nekat membakar rumah para pejabat, kantor pemerintahan, hingga kompleks parlemen Singha Durbar. Kediaman PM KP Sharma Oli pun turut dibakar. Gedung Mahkamah Agung, kantor parlemen, bahkan rumah beberapa menteri dihantam kemarahan massa.
Rekaman yang beredar menunjukkan Menteri Keuangan Bishnu Prasad Paudel (65) dikejar, ditendang, dan dipukuli brutal di jalanan. Mantan PM Sher Bahadur Deuba bersama istrinya yang juga Menteri Luar Negeri, Arzu Rana, dilaporkan ikut diserang.
Helikopter militer dikerahkan untuk mengevakuasi para menteri dari rumah-rumah yang terkepung massa. Bandara Kathmandu sempat ditutup akibat asap kebakaran, meski kemudian kembali dibuka dengan sejumlah penerbangan dibatalkan.
Bentrok antara polisi dan demonstran kian memakan korban. Menurut data BBC, setidaknya 22 orang tewas akibat tembakan aparat, sementara lebih dari 100 orang lainnya luka-luka.
Situasi semakin kacau ketika PM KP Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9), hanya beberapa jam sebelum Presiden Ram Chandra Poudel juga ikut mundur. Namun, langkah itu tidak cukup meredakan amarah publik.
Tentara Nepal bahkan disebut siap mengambil alih kendali negara. Panglima Angkatan Darat Jenderal Ashok Raj Sigdel menyerukan perdamaian dan meminta semua pihak menghentikan kekerasan.
Demonstrasi yang dipimpin anak muda ini juga dipicu rasa frustasi mendalam terhadap korupsi yang mengakar di lingkaran elite politik. Transparency International menempatkan Nepal sebagai salah satu negara paling korup di Asia, dengan sederet skandal mulai dari penggelapan dana bandara hingga suap pemalsuan dokumen pengungsi Bhutan.
Selain itu, gaya hidup mewah anak-anak pejabat yang kerap pamer mobil sport dan liburan mahal memicu kebencian publik. Di berbagai unjuk rasa, massa bahkan membawa bendera One Piece seperti yang pernah terlihat di demo Indonesia, menjadikannya simbol perlawanan generasi muda terhadap elite yang dianggap rakus dan abai pada rakyat.