Sabtu, Juli 19, 2025
Beranda » Berita » Nasional » Pulau Enggano Terisolasi, Ribuan Warga Hadapi Krisis Logistik dan Ekonomi

Pulau Enggano Terisolasi, Ribuan Warga Hadapi Krisis Logistik dan Ekonomi

Melihat Indonesia

Pulau Enggano, wilayah terluar Indonesia yang terletak di Samudera Hindia, kini menghadapi keterisolasian total akibat pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai di Bengkulu sejak Maret 2025. Dampaknya sangat serius, mulai dari terganggunya distribusi kebutuhan pokok hingga lumpuhnya kegiatan ekonomi warga.

Akibat kedangkalan tersebut, kapal pengangkut barang dan penumpang tidak dapat merapat ke dermaga, memaksa warga untuk turun di tengah laut menggunakan kapal kecil. Lebih memprihatinkan lagi, hasil panen seperti pisang, pinang, dan kakao tidak bisa didistribusikan keluar pulau. Banyak di antaranya terpaksa dibuang karena membusuk, seperti terlihat dalam dokumentasi video jurnalis @harry_siswoyo.

“Orang sakit, pasokan sembako, dan ekonomi lokal, pelan-pelan sekarat. Hasil panen membusuk,” tulis Harry dalam unggahannya, Sabtu (21/6).

Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyebut situasi ini bukan sekadar gangguan teknis, melainkan telah berkembang menjadi masalah kemanusiaan yang mengancam 4.000 warga Enggano. “Kondisi ini tidak bisa dipandang sebagai hambatan teknis biasa, melainkan telah berkembang menjadi krisis kemanusiaan,” tegasnya dalam pernyataan tertulis, Minggu (22/6).

Puan menilai negara abai karena tak kunjung memberikan solusi konkret atas persoalan ini. Ia mendesak Kementerian Perhubungan segera mengirim kapal logistik dan penumpang secara rutin sebagai upaya darurat. “Negara tidak boleh meninggalkan rakyatnya termasuk warga yang tinggal di daerah dan pulau-pulau terdepan,” tambahnya.

Di sisi lain, dampak ekonomi juga sangat dirasakan. Banyak warga kehilangan penghasilan karena hasil panennya tak dapat dijual. Menurut data yang dihimpun, kerugian ekonomi warga diperkirakan mencapai Rp1,8 miliar. Akibat krisis uang tunai, sistem barter pun kembali diberlakukan antarwarga.

“Untuk apa panen, bayangkan saja harga pisang kini satu tandan cuma dihargai Rp 20.000. Sementara, biaya angkut dan tebang sudah Rp 15.000. Jadi buat apa dipanen, kalau rugi juga,” ujar Milson Kaitora, kepala suku setempat melalui rilis AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), Kamis (19/6).

Fahmi Arisandi dari AMAN Bengkulu menyesalkan narasi pemerintah daerah yang menyatakan situasi Enggano telah tertangani. Ia menilai hal itu jauh dari kenyataan. “Enggano sedang tidak baik-baik saja! Mana tanggung jawab pemerintah soal nasib mereka? Tidak ada sama sekali,” ujarnya.

Sementara itu, di tengah keterbatasan, mahasiswa KKN Universitas Gadjah Mada berupaya menanam varietas padi unggul Gamagora yang mampu bertahan dalam kondisi iklim ekstrem dan minim air. Program ini diharapkan dapat memperkuat kedaulatan pangan lokal.

“Inilah bentuk kemandirian inovasi kampus yang langsung diterapkan untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat di wilayah terpencil,” ujar Dosen Pembimbing Lapangan, Hatma Suryatmojo.

Namun, para warga tetap berharap agar krisis transportasi ini segera ditangani agar seluruh upaya lokal tidak sia-sia. Selama pelabuhan belum normal dan tidak ada kapal alternatif khusus barang, krisis di Enggano diprediksi akan terus berlanjut.

Recent PostView All

Leave a Comment

Follow Us

Recent Post

Adblock Detected

Please support us by disabling your AdBlocker extension from your browsers for our website.