Kisruh di SDN 021 Tarai Bangun, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, memanas setelah video seorang guru honorer berinisial YH membanting nasi kotak viral di media sosial. Insiden itu terjadi Senin (10/11/2025) seusai kegiatan sosialisasi anti-perundungan oleh Kejaksaan Negeri Kampar dan Dinas Pendidikan.
“Nasi ini bukan nasi MBG. Tapi hadiah dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kampar, setelah sosialisasi bullying,” kata YH kepada wartawan. Ia menjelaskan, tindakan itu dipicu perbedaan pendapat mengenai cara pembagian nasi kotak. “Alasan kami membanting karena para guru meminta agar diberikan cepat. Setelah saya banting itu, guru tidak terima dengan sikap saya.”
Dua hari setelah video viral, ratusan orang tua dan siswa menggelar demonstrasi di sekolah. Awalnya menuntut tindakan terhadap YH, aksi itu berubah menjadi pengungkapan dugaan pungutan liar (pungli) yang disebut telah berlangsung lama. Para wali murid mengaku diminta berbagai pungutan seperti iuran tanah timbun Rp 50.000, iuran penghijauan Rp 35.000, potongan PIP Rp 50.000, pembelian buku TKA, uang masuk tanpa kwitansi, serta biaya seragam siswa baru antara Rp 1 juta–Rp 3 juta.
“Jumlah siswa banyak di sini, ada 1.000. Jadi kalau dikumpulkan semua bisa ratusan juta,” ujar seorang wali murid. Wali murid lain, Elnawati, mengatakan pungutan tersebut tidak melalui rapat komite. “Tidak ada pertanggungjawaban. Rapat hanya formalitas saja.”
Menanggapi protes besar, Dinas Pendidikan Kampar mencopot Kepala Sekolah Aspinawati Harahap karena dinilai arogan dan tidak transparan.
“Kepala sekolah yang mengadu ke kami diintimidasi. Mau tidak mau, dengan berat hati saya sampaikan bahwa kepala sekolah dicopot dari jabatannya,” kata Kepala Disdik Kampar, Siti.
Selain itu, dua guru honorer diberhentikan: YH yang membanting nasi kotak dan Reza Arya Putra. “Kami mendapat banyak keluhan dari wali murid terhadap kedua tenaga pendidik tersebut,” tambah Siti.
SDN 021 Tarai Bangun memiliki 995 siswa dan 226 penerima PIP pada 2025 dengan total dana Rp 75.825.000, turun dari 267 penerima pada 2024 yang mencapai Rp 117.900.000. Insiden nasi kotak menjadi pemicu terbukanya dugaan pungli besar yang selama ini membebani orang tua, sekaligus menyoroti minimnya transparansi pengelolaan sekolah.