Di Rogojampi, Banyuwangi, seorang ibu membuktikan hal itu dengan mencabut laporan terhadap anak kandungnya yang telah menganiaya dirinya sendiri.
Hanya dua puluh hari setelah sang anak mendekam di tahanan, air mata dan penyesalan sang anak cukup untuk meluluhkan hati ibunya.
Ia memilih memaafkan, memohon agar proses hukum tidak dilanjutkan, dan berharap anaknya benar-benar berubah.
Dalam proses restoratif justice, sang ibu menegaskan bahwa hatinya tak sanggup melihat anaknya terus dipenjara, meski luka secara fisik dan batin belum tentu hilang.
Polisi pun menghormati keputusan itu, dan proses hukum resmi dihentikan.
Peristiwa ini menjadi cermin betapa kasih seorang ibu benar-benar tak terukur.
Ia disakiti, namun tetap memilih memaafkan. Ia dilukai, namun tetap berharap anaknya kembali ke jalan yang baik.
Peribahasa “kasih ibu sepanjang masa” bukan sekadar kata-kata, tapi nyata dalam tindakan.
Kisah ini juga menjadi pengingat yang dalam bagi kita semua: bahwa cinta seorang ibu adalah anugerah yang tak bisa digantikan.
Jangan sampai kita menyesal saat kasih itu sudah tiada. Selagi masih ada waktu, cintailah ibu kita setulus mungkin.