Fenomena job fair di Bekasi yang membludak menjadi pusat perhatian publik dan mengundang komentar berbagai pihak. Ya potret tersebut menggambarkan situasi negara kita saat ini, dimana PHK yang terus melonjak tidak sebanding dengan lapangan kerja yang dibuka.
Bukan hanya job fair saja, karena sebelumnya potret pelamar kerja di beberapa tempat dengan banyak massa juga selalu berhasil mencuri perhatian publik.
Sedangkan pemberitaan tentang PHK juga tidak mau kalah, terus update dari berbagai sumber. Yang terbaru ada 70% pengusaha di sektor hotel dan restoran terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
Ancaman ini muncul akibat merosotnya tingkat okupansi kamar hotel dan jumlah pengunjung restoran secara signifikan. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, menjelaskan bahwa penurunan okupansi tersebut dipicu oleh kebijakan efisiensi anggaran kementerian dan lembaga (K/L) yang diberlakukan oleh Presiden Prabowo Subianto sejak awal tahun 2025.
Namun menggelitik ketika melihat masyarakat berebut tempat untuk mencari pekerjaan, sedangkan elite di atas banyak yang dengan mudahnya mendapat jabatan. Seperti yang terbaru ipar Presiden Ke-7 Joko Widodo, Sigit Widyawan.
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) melakukan perombakan susunan direksi dan dewan komisaris dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang berlangsung di Jakarta pada Jumat, 23 Mei 2025.
Salah satu keputusan utama dalam rapat tersebut adalah pemberhentian Budi Waseso dari posisinya sebagai Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen. Posisi tersebut kini diisi oleh Sigit Widyawan, yang diketahui memiliki hubungan keluarga Jokowi.
“Rapat mengangkat Bapak Sigit Widyawan sebagai Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen,” tulis manajemen, sebagaimana dikutip dari situs resmi SIG, Selasa, 27 Mei 2025.
Kesenjangan tersebut yang mengundang banyak respon negatif dari masyarakat hingga. Benang merahnya ada pada transparansi yang kurang dalam jabatan di kursi pemerintahan.
Pergantian pejabat kerap berseliweran di lingkup pemerintah hingga menimbulkan asumsi di ruang publik. Masa efisiensi rasanya hanya berlaku untuk masyarakat di bawah karena para elite yang mengisi kursi pejabat sibuk dengan pergantian pemain saja.
Hal itu pulalah yang mengakibatkan masalah di ruang publik terus berkembang dan tidak kunjung reda. Kementerian Ketanagakerjaan saja yang seharusnya sibuk mengurusi hal ini dengan koordinator di setiap daerah, justru disibukkan dengan kasus korupsi yang baru mencuat soal Tenaga Kerja Asing (TKA).
Sedangkan tanggapan wamenaker, hanya mengungkapkan realita yang ada di depan mata dan melempar tanggungjawab ke Pemkotnya. Jadi mereka kerja untuk siapa? Janji lapangan kerja yang banyak kemarin untuk siapa, kalau masyarakat saja masih kesulitan mencari kerja?
Hari ini dan esok tentu harapan masyarakat berkembang, agar pemerintah bisa segera menangani kasus lonjakan PHK dan membuat banyak lapangan kerja yang bebas pungli, suap dan gratifikasi berdasarkan koneksi orang dalam. Tidak sekedar janji dan jadi wacana saja, tapi juga langkah konkret yang bisa memberikan secercah harapan bagi masyarakat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.