MELIHAT INDONESIA, BANDUNG – Ketika berbicara tentang seni tari khas Jawa Barat, Tari Jaipong menjadi salah satu ikon budaya yang terus lestari. Tarian ini tidak hanya menjadi hiburan rakyat, tetapi juga menjadi simbol semangat dan ekspresi masyarakat Sunda. Jaipong lahir dari perpaduan berbagai seni tradisional yang sudah lama berkembang di Jawa Barat.
Pada awalnya, tarian ini dikenal sebagai Tari Banjet, yang banyak dipentaskan di Karawang pada era 1960-an. Tarian ini menjadi bagian dari pertunjukan seni yang menggabungkan musik gamelan dan gerakan dinamis. Di balik terciptanya Jaipong, ada sosok seniman besar bernama Haji Suanda, seorang maestro yang menguasai berbagai kesenian daerah seperti Wayang Golek, Pencak Silat, Ketuk Tilu, dan Topeng Banjet.
Inovasi dan Peran Gugum Gumbira

Keunikan Tari Jaipong semakin berkembang ketika seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira, mulai tertarik dengan pola gerak yang ada dalam tari tradisional Sunda. Gugum Gumbira kemudian mengembangkan Tari Jaipong dengan menyusun ulang gerakan dan mengadaptasi unsur-unsur dari Tari Ketuk Tilu dan Bajidoran. Pada tahun 1975, ia bersama Haji Suanda merancang versi lebih modern dari tarian ini, yang kemudian dikenal sebagai Jaipong.
Kombinasi gerakan lincah, ekspresi yang dinamis, dan iringan musik yang energik membuat Jaipong cepat populer. Tarian ini menampilkan sisi lain dari budaya Sunda—bukan hanya kelembutan, tetapi juga semangat dan keberanian dalam berekspresi.
Pola Gerakan yang Ikonik
Tari Jaipong memiliki beberapa pola gerakan khas yang membedakannya dari tarian lain. Empat gerakan utama dalam Jaipong adalah:
- Bukaan – Gerakan pembuka yang dilakukan dengan memutar badan sambil memainkan selendang.
- Pencungan – Gerakan cepat dan dinamis yang mencerminkan semangat tinggi.
- Ngala – Gerakan patah-patah yang menandai perpindahan gerakan dengan tempo yang bervariasi.
- Mincit – Gerakan transisi yang menghubungkan satu variasi gerak ke gerakan lainnya.
Selain itu, ada pula gerakan dasar yang melibatkan pinggul, seperti Geol (gerakan memutar pinggul), Gitek (mengayunkan pinggul dengan hentakan), dan Goyang (menggerakkan pinggul tanpa hentakan). Semua gerakan ini mencerminkan fleksibilitas, keceriaan, dan dinamika yang menjadi ciri khas Jaipong.
Makna Filosofis di Balik Setiap Gerakan

Jaipong bukan sekadar tarian biasa, tetapi memiliki makna yang mendalam. Gerakan seperti Cingeus (keluwesan tubuh) menggambarkan kecekatan perempuan Sunda dalam menghadapi kehidupan. Gerakan kaki yang gesit mencerminkan sifat adaptif, sementara gerakan Meliuk menunjukkan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan hidup. Bahkan sorot mata yang tajam dalam gerakan Ngagaleong menandakan keberanian perempuan Sunda dalam menyuarakan pendapat.
Secara keseluruhan, Tari Jaipong merepresentasikan karakter perempuan Sunda yang energik, mandiri, dan bertanggung jawab, tetapi tetap santun dan anggun. Tarian ini juga membantah stereotip lama yang menganggap perempuan Sunda hanya mengandalkan kecantikan fisik.
Perkembangan dan Popularitas di Berbagai Daerah
Tari Jaipong mengalami perkembangan pesat sejak tahun 1979. Dari Karawang, tarian ini menyebar ke berbagai wilayah di Jawa Barat seperti Bandung, Sukabumi, Cianjur, hingga Bogor. Tidak hanya di Jawa Barat, tetapi juga mulai dikenal luas di tingkat nasional hingga internasional.
Salah satu faktor yang membuat Jaipong semakin dikenal adalah penampilannya dalam berbagai acara resmi dan festival seni. Tarian ini sering digunakan untuk menyambut tamu kehormatan dan sebagai bagian dari diplomasi budaya Indonesia.
Jaipong di Era Modern
Meski menghadapi persaingan dengan hiburan modern, Tari Jaipong tetap bertahan dan terus berkembang. Berbagai sanggar tari bermunculan untuk mengajarkan tarian ini kepada generasi muda. Bahkan, Jaipong mengalami inovasi dengan munculnya gaya Jaipong Kaleran, yang lebih dinamis dan mengandung unsur spontanitas serta humor.
Selain itu, beberapa musisi juga mengadaptasi Jaipong ke dalam musik modern, seperti kolaborasi dengan dangdut yang dikenal sebagai Pong Dut. Perkembangan ini menunjukkan bahwa Tari Jaipong tidak hanya bertahan sebagai warisan budaya, tetapi juga mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Tari Jaipong adalah lebih dari sekadar tarian; ia adalah ekspresi budaya yang merepresentasikan semangat masyarakat Sunda. Dari tangan para maestro seperti Haji Suanda dan Gugum Gumbira, Jaipong terus berkembang dan menginspirasi banyak orang. Dengan keberagaman gerak, makna filosofis, serta daya tarik yang unik, Jaipong akan tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya Indonesia di masa depan. (**)