MELIHAT INDONESIA – Pelat nomor kendaraan bermotor merupakan sekumpulan huruf dan angka yang tersusun sedemikian rupa yang berfungsi sebagai identitas dari suatu kendaraan.
Pelat nomor biasanya terdapat pada bagian depan dan belakang kendaraan, sehingga mudah teridentifikasi.
Untuk diketahui, asal-usul pelat nomor bermula dari Perancis yang mulai memakai pelat nomor kendaraan pada 1893.
Kemudian pada 1901, Amerika dan Belanda mulai ikut memakai pelat nomor.
Penggunaan pelat nomor di Indonesia tidak lepas dari sejarah era penjajahan.
Pada 1811 bala tentara Inggris menyerbu pulau Jawa, kemudian merebut Batavia dari Belanda.
Mengutip Majalah Historia, pasukan Inggris yang menyerbu terbagi menjadi 26 batalyon yang di mana masing-masing batalion memiliki tanda berupa huruf A hingga Z.
Batalyon Inggris kemudian menyebar ke beberapa daerah di Indonesia dan menetapkan setiap daerah memiliki kode sesuai nama batalyon yang berhasil menempati daerah tersebut.
Pada saat itu daerah Batavia berhasil dikuasai batalyon B maka ditetapkan kode B untuk dijadikan pelat nomor dengan diikuti lima digit terdiri dari angka dan huruf berikutnya.
Terdapat juga batalyon L yang berhasil menempati daerah Surabaya.
Oleh karena itu, Kota Surabaya sampai saat ini memiliki kode awalan huruf L pada pada pelat nomor kendaraannya.
Mulai saat itulah ditetapkan aturan bagi setiap kereta kuda yang merupakan kendaraan di era tersebut untuk menggunakan pelat nomor sesuai dengan penamaan batalion di daerah masing-masing.
Awalnya, belum ada standar resmi mengenai bentuk, ukuran, bahan, warna dan cara pemasangan pelat nomor kendaraan pribadi.
Sedangkan letak pemasangannya tidak selalu di bagian depan dan belakang kendaraan, ada yang memasangkannya di bagian samping.
Standar resmi mengenai pelat nomor kendaraan bermotor perlahan diberlakukan pada 1917 oleh penguasa kolonial, seiring dengan dikeluarkannya peraturan mengenai registrasi pelat nomor dan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Peraturan tersebut mewajibkan pemilik kendaraan untuk melakukan registrasi kendaraan bermotor secara nasional.
Selain itu, kode wilayah menggunakan sistem berbasis karesidenan, misalnya Karesidenan Surakarta (Solo, Boyolali, Karanganyar, Klaten, Sragen, Sukoharjo dan Wonogiri) menggunakan pelat nomor AD.
Kode wilayah ini terus bertambah seiring dengan pemekaran wilayah karesidenan di daerah jajahan. Setelah Indonesia merdeka, format awal pelat kendaraan bermotor yang dikenalkan Belanda masih digunakan. (*)