MELIHAT INDONESIA – Gus Baha, atau KH Bahauddin Nursalim, adalah seorang ulama dan cendekiawan Muslim yang dikenal luas di Indonesia. Beliau terkenal dengan ceramah-ceramahnya yang mendalam namun mudah dipahami, serta pandangannya yang moderat dan toleran.
Salah satu fakta menarik tentang Gus Baha adalah ia terkenal melalui media sosial,namun sejatinya ia tidak menggunakan media sosial, khususnya aplikasi WhatsApp (WA). Padahal, ungkapannya, kata mutiara sering dijadikan status WA oleh banyak orang, tapi yang jadi bahan status tak punya WA.
Keputusan Gus Baha untuk tidak menggunakan WA mencerminkan pilihan pribadi yang mungkin didasari oleh keinginan untuk menjaga kesederhanaan hidup dan fokus pada kegiatan-kegiatan yang lebih produktif dan spiritual.
Di zaman di mana banyak orang bergantung pada aplikasi pesan instan untuk komunikasi sehari-hari, pilihan ini bisa dilihat sebagai bentuk penolakan terhadap ketergantungan pada teknologi modern yang dapat mengganggu waktu dan perhatian.
Selain itu, hal ini juga mencerminkan gaya hidup yang lebih tradisional dan mungkin lebih dekat dengan cara hidup ulama-ulama terdahulu, yang mengedepankan kebersahajaan dan ketenangan batin.
Meskipun tanpa WA, Gus Baha tetap mampu menyampaikan ilmunya dan berdakwah secara efektif melalui berbagai media lain seperti ceramah langsung, rekaman video yang diunggah ke YouTube, serta melalui tulisan-tulisan yang disebarkan di berbagai platform. Keputusan ini tidak mengurangi pengaruhnya, melainkan memperlihatkan keteguhan dalam prinsip hidup yang beliau pegang.
Dalam sebuah pengakuannya saat pengajian, yang videonya tersebar di berbagai media sosial, salah satunya di TikTok, dengan akun @ALALA Radio, secara gamblang Gus Baha mengaku tidak punya WA. Alasan yang dikisahkan Gus Baha pun membuat geleng kepala.
“Makanya sampai saat ini saya ndak punya WA, karena saya ulama. Kalau WA an terus nanti saya ndak jadi ulama,” kata Gus Baha.
“Nggak jadi ulama, main WA terus. Itu termasuk rektor gak kober mikir, itu pasti kebanyakan WA,” kata Gus Baha.
Menurut Gus Baha, dengan adanya WA, hal tersebut akan mendikte otak. “Karena otaknya didikte oleh informasi yang masuk, sesuatu yang dilihat itu akan mendikte kita. Beda kalau yang tidak WA an kan,” ujar Gus Baha.
“Kalau tyidak WA an mikir apa kita yang menentukan, kalau WA nan, kit ditentukan. Mau mikir anaknya butuh apa, lihat situasi Jakarta, lha ngapain orang Malang mikir Jakarta? Jakarta belum selesai, ada informasi Sulawesi, jadi mikir Sulawesi,” ujarnya memberi contoh.
Adanya WA tersebut, Gus Baha menyindir masyarakat awam, yang saat ini semua orang seolah-olah seperti tokoh nasional.
“Makanya semua orang sekarang merasa tokoh nasional semua,” tandas Gus Baha. (**)