MELIHAT INDONESIA, SEMARANG – 10 anak-anak di Jawa Tengah (Jateng) harus menjalani cuci darah setiap bulan di RSUP Kariadi Kota Semarang.
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng, RSUP Kariadi masuk rumah sakit tipe A yang melayani layanan cuci darah untuk anak-anak.
Selain itu ada RSUD Margono di Purwokerto, RSUD dr Moewardi Solo, dan RSUP Soeradji Tirtonegoro di Klaten.
Koordinator Humas RSUP Kariadi Semarang Vivi Vira Viridianti membenarkan soal jumlah anak-anak yang saat ini menjalani cuci darah berkala di tempatnya.
“Iya benar (10 anak-anak cuci darah),” kata Vivi, Senin (5/8/2024).
Meski demikian, dia tak bisa menjelaskan secara gamblang soal penyebab anak-anak tersebut cuci darah di RSUP Kariadi Semarang.
Menurutnya, anak-anak yang menjalin cuci darah di RSUP Kariadi mempunyai usia yang berbeda-beda.
“Secara medis dikatakan anak-anak jika di bawah usia 14 tahun,” imbuh Vivi.
Ia mengaku, belum mendapatkan data soal kenaikan data anak-anak yang melakukan cuci darah di RSUP Kariadi Semarang jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Terpisah, menanggapi hal itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jateng pun menyebut hal itu terjadi karena adanya peningkatan pelayanan kesehatan, terutama bagi anak-anak.
Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinkes Jateng, Elhamangto Zuhdan, mengatakan fenomena yang terjadi di wilayahnya sama seperti yang terjadi di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Sebenarnya tak ada kenaikan kasus cuci darah bagi anak, melainkan tren peningkatan pelayanan karena adanya rujukan pasien dari luar daerah.
“Beberapa daerah memang belum ada layanan cuci darah anak sehingga tidak bisa akses ke sana, maka di rujuk (ke Jateng). Jadi tidak ada peningkatan ya, hanya peningkatan kunjungan rujukan pelayanan,” ungkap Elhamangto.
Ditanya angka riil anak yang melakukan cuci darah di RS Jateng, Elhamangto menyebut fluktuatif atau naik turun tiap bulannya.
Namun, per RS, setidaknya bisa 10 sampai 14 anak melakukan cuci darah di RS tipe A di Jateng.
“Angka kumulatifnya terus terang belum dapat ya, tapi sekitar 11-14 anak cuci darah.”
” Dan hanya terjadi di RS-RS besar atau kelas tipe A. Kemudian itu indikasi medis ya, bukan kenaikan kasus,” tegasnya.
Mengenai penyebab puluhan anak itu melakukan cuci darah, Elhamangto menyatakan perlu kajian lebih mendalam.
Sebab, anak-anak yang melakukan cuci darah itu mayoritas merupakan pasien rujukan.
“Penyebabnya bisa beragam. Mungkin karena bawaan, akibat pengobatan yang membuat fungsi ginjal menurun, konsumsi minuman manis, dan lain sebagainya.”
” Tapi untuk minuman manis memang perlu waktu cukup lama untuk mengakibatkan komplikasi gagal ginjal. Makanya perlu kajian mendalam,” terangnya. (*)