MELIHAT INDONESIA, JAKARTA – Komisi III DPR RI geram atas langkah Polda Aceh dalam menangani kasus dugaan pemaksaan aborsi oleh anggota Polres Bireuen, Ipda Yohananda Fajri. Alih-alih diproses secara hukum, kasus ini justru diselesaikan dengan perdamaian di Bali.
“Bagi saya, ini tindak pidana! Ada banyak pasal yang mengatur aborsi,” tegas anggota Komisi III dari Partai NasDem, Rudianto Lallo, dalam rapat bersama Polda Aceh di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Menurut Rudi, langkah mitigasi yang dilakukan oleh Bidang Propam Polda Aceh seolah menjadi tameng bagi Ipda Fajri agar lolos dari jerat hukum.
“Seakan-akan ini bukan kasus pidana, seakan-akan pelanggaran hukum ini bisa didamaikan begitu saja,” imbuhnya.
Hukum Tajam ke Rakyat, Tumpul ke Polisi?
Kritik pedas juga disampaikan anggota Komisi III dari Partai Golkar, Mangihut Sinaga. Ia menegaskan bahwa jika terbukti ada tindakan aborsi, Ipda Fajri harus diproses hukum, bukan dilindungi dengan dalih mediasi.
“Pemeriksaan ini masih sumir! Apakah benar VF hamil? Apakah dokternya sudah diperiksa? Kapan dan di mana aborsi dilakukan? Kenapa buru-buru didamaikan?” ujar Mangihut.
Senada dengan itu, anggota Komisi III dari PKB, Hasbiallah Ilyas, menilai bahwa Polda Aceh sedang mencoba menutupi kasus ini.
“Saya melihat ini bukan mitigasi, tapi upaya menutupi kejadian sebenarnya. Kalau warga biasa melakukan aborsi, pasti langsung dipenjara. Kenapa kalau polisi yang melakukannya, justru dilindungi?” katanya.
Kesalahan Fatal! Komisi III Sebut Polda Aceh Tutupi Kasus

Sementara itu, anggota Komisi III dari Demokrat, Hinca Panjaitan, menilai langkah mediasi yang dilakukan Polda Aceh sebagai sebuah kesalahan fatal.
“Ini bukan mitigasi, ini upaya menutupi! Mana mungkin kasus pidana berat seperti ini diselesaikan dengan perdamaian? Dan dilakukan di Bali pula!” tegasnya.
Menurutnya, jika dugaan pemaksaan aborsi benar adanya, maka Ipda Fajri sudah masuk dalam kategori pelaku kejahatan dan wajib diproses hukum.
Kasus ini mencuat setelah korban, VF, mengungkapkan pengalamannya di media sosial. Ia mengaku dipaksa melakukan aborsi oleh Ipda Fajri, yang merupakan lulusan Akpol 2023. Akibat tindakan tersebut, VF mengalami infeksi rahim dan kista, bahkan terancam tak bisa memiliki keturunan.
Polda Aceh sempat mencopot Ipda Fajri dari jabatannya. Namun, alih-alih menyeretnya ke meja hijau, polisi justru mempertemukan kedua belah pihak di Bali untuk berdamai.
“Dengan hasil sepakat berdamai dan tidak memperpanjang permasalahan,” ujar Kabid Propam Polda Aceh, Kombes Edwwi Kurniyanto.
Namun, Komisi III DPR RI menolak keras keputusan tersebut. Mereka menuntut agar kasus ini tetap diproses secara hukum, bukan sekadar diselesaikan dengan mediasi. (**)